Hepatitis C Berpotensial Besar Timbulkan Kematian
Hepatitis C menjadi bom waktu beban kesehatan masyarakat. Infeksi virus hepatitis C berpeluang besar menjadi kronis sehingga menimbulkan kematian. Padahal, belum ada vaksin untuk penyakit itu dan biaya pengobatan yang sangat mahal harus ditanggung penderita.
Hal itu terungkap dalam diskusi publik ”Langkah ke Depan Pengobatan Hepatitis C di Indonesia” yang diselenggarakan Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI), Kamis (29/7).
Jumlah pengidap hepatitis C di Indonesia diperkirakan sekitar empat juta. Di Indonesia, jumlah penderita
hepatitis B dan C mencapai 30 juta orang. Sedangkan jumlah yang dilaporkan positif menderita hepatitis C yang terdata di Kementerian Kesehatan pada Oktober 2007-Oktober 2009 sebanyak 17.999 kasus. Perjalanan penyakit hepatitis C sering tanpa gejala selama bertahun-tahun sehingga seseorang tidak sadar mengidap virus itu dan berpotensi menularkan.
Salah seorang pembicara, dokter spesialis penyakit dalam di RS Kramat 128, Dyah Agustina Waluyo, mengatakan, virus hepatitis berada dalam darah dan cairan tubuh. Penularan hepatitis B dan C antara lain lewat transfusi darah, hubungan seksual tidak aman, penggunaan jarum suntik atau alat tajam tidak steril, cuci darah, cangkok organ, dan penularan vertikal dari ibu kepada bayinya. Di kalangan pengguna jarum suntik, risiko tertular hepatitis C sangat besar.
Tidak seperti hepatitis B yang telah ada vaksinnya, vaksin hepatitis C belum ditemukan sehingga sulit dilakukan pencegahan. Penyakit hepatitis C risikonya besar berkembang menjadi kronis dan berujung pada sirosis hati atau bahkan kanker hati.
Pengobatan hepatitis C masih menjadi beban lantaran sangat mahal dan terapinya lama. Terapi kombinasi dua obat HCV selama 42 minggu kisaran biayanya Rp 40 juta-Rp 150 juta.
Tes untuk mengetahui keberadaan virus itu juga terbilang mahal. Untuk tes antibodi HCV biayanya sekitar Rp 200.000. Sedangkan tes RNA guna mengetahui tipe virus biayanya sekitar Rp 2 juta. Dengan mahalnya pengobatan, ketiadaan vaksin, dan relatif mudahnya penularan, hepatitis C dapat menjadi bom waktu kesehatan masyarakat.
Kurang diperhatikan
Berjangkitnya HIV/AIDS juga memperburuk situasi hepatitis C. Model transmisi virus yang mirip membuat penderita HIV/AIDS sering kali juga terinfeksi hepatitis C, terutama di kalangan pengguna narkoba jarum suntik.
”Berbeda dengan penyakit infeksi lainnya, seperti malaria, HIV/AIDS, dan tuberkulosis yang telah menjadi kepedulian dunia dan banyak bantuan dana, hepatitis C masih kurang diperhatikan,” ujar Koordinator JOTHI Abdullah Denovan.
Staf Subdit AIDS dan Penyakit Menular Seksual Ditjen Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Hariadi Wisnu Wardana mengatakan, diperkirakan 10-30 persen orang yang terinfeksi virus HIV juga terinfeksi hepatitis C. Virus HIV/AIDS memperbesar risiko terjadinya sirosis dan mempercepat menjadi lebih parah.
Dyah Agustina menambahkan, dengan infeksi hepatitis C, kekebalan tubuh orang dengan HIV sulit ditingkatkan sekalipun telah menjalani terapi ARV.
Abdullah Denovan mengatakan, keterbatasan akses pada obat hepatitis C membuat orang dengan HIV kehilangan semangat hidup sehat. ”HIV-nya sudah dapat diterapi, tetapi kehidupan mereka tetap terancam hepatitis C,” ujarnya.
Hariadi mengakui, belum ada bagian yang khusus menangani hepatitis C di Kementerian Kesehatan karena hepatitis tak hanya disebabkan virus, tetapi juga bisa karena faktor lain, seperti metabolisme tubuh dan keganasan kanker. ”Perdebatannya, penyakit itu masuk ke bagian yang mengurusi penyakit menular atau tak menular,” ujarnya. Subdit AIDS telah mempunyai anggaran khusus bantuan pengobatan hepatitis C khusus bagi orang dengan HIV/AIDS agar beban mereka berkurang. (INE)
Sumber Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar